"Berbagi Itu Indah"

Blog ini merupakan media untuk berbagi. Sebuah catatan dan karya pribadi yang bebas dari PLAGIAT. Jika anda ingin mengcopy tulisan di blog ini, harap untuk selalu memberikan Link dari tulisan yang anda copy. Terima kasih... semoga bermanfaat

Selasa, 03 Desember 2013

PERKEMBANGAN HUKUM KESEHATAN

Rumah Sakit Umum Daerah Gunungsitoli
Dalam Perkembangan terakhir ini, semakin menunjukkan bahwa pelayanan rumah sakit telah bergeser dari lembaga sosial menjadi lembaga usaha yang menjanjikan. Apalagi Rumah sakit yang didirikan dan dikelola oleh pihak-pihak swasta, rumah sakit telah dijadikan sebaga badan usaha yang mencari keuntungan (profit making).

Menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 33 dikatakan :
"Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan yang dibutuhkan".


Kompetensi ini lah yang menjadi pedoman yang harus diperhatikan oleh setiap orang yang menyediakan fasilitas kesehatan dan untuk mendapatkan kompetensi ini diperlukan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Pasal 8 ayat (2) Permenkes RI Nomor 532 Tahun 1982, untuk memperoleh ijin dari Menteri Kesehatan, Rumah sakit (RS) yang dimiliki dan diselenggarakan oleh badan hukum. Jadi Rumah sakit merupakan subjek hukum sebaga Badan Hukum bukan Individu. Adapun hubungan rumah sakit sebagai badan hukum adalah : Rumah sakit sebagai Badan Usaha yang bergerak dibidang jasa, dokter, perawat dan bidan adalah pekerjanya.

Menurut undang-undang korporasi tanggungjawab dalam sebuah korporasi dibebankan kepada pimpinan korporasi tersebut bukan kepada pekerjanya. Jika pekerjanya bersalah dan merugikan klien atau customer ataupun konsumen dari sebuah korporasi maka pekerja tersebut menerima sanksi dari korporasi (Rumah sakit). Tanggungjawab pemerintah dan pimpinan rumah sakit terhadap tenaga kesehatan di Indonesia belum maksimal dirasakan oleh tenaga kesehatan, masih banyak dokter yang dituntut dipengadilan karena tuduha malpraktik dalam rumah sakit.


Semoga dengan adanya putusan MA tentang kasus dr. Ayu di manado dapat menjadi perhatian serius bagi pakar dan pembentuk hukum serta peraturan perundang-undangan, bahwa hukum kesehatan tidak sama dengan hukum pidana dan perdata. Hukum kesehatan adalah sebuah hukum khusus (lex Spesialist) yang dapat mengesampingkan hukum pidana dan perdata. Ada banyak pasal dan rumusan hukum dalam hukum pidana indonesia yang tidak sama dengan pola pemikiran dalam hukum kesehatan.

Tenaga kesehatan saat ini membutuhkan sebuah peraturan perundang-undangan yang pada pokoknya bersifat memperjelas hubungan dan tanggungjawab antara rumah sakit, tenaga kesehatan dan pasien. Serta prosedur dari penanganan dugaan tindak pidana malpraktik dalam rumah sakit. Dan pengesahan undang-undang keperawatan RI.

Hal ini adalah sebuah kebutuhan yang sangat vital dalam perkembangan dunia medis di Indonesia. Tanpa hukum yang jelas, mustahil tujuan dan cita-cita bangsa ini dapat tercapai.

Tidak ada yang membenarkan seorang bersalah dihadapan hukum termasuk dokter. Dokter Indonesia sampai sekarang belum sepenuhnya mendapat perlindungan hukum dari pemerintah. Terlebihi dokter dalam perspektif hukum perdata, wajib dilindungi oleh Badan hukum pemakai jasa. Jika itu di RSUD maka kepala daerah atau direktur RS nyalah yang di bui dan digugat bukan dokternya. (Mengacu pada UU korporasi)

Aksi mogok yang dilakukan dokter tgl 27 November 2013 sebagai reaksi keras atas putusan kasasi di MA adalah sebuah Perbuatan yang kurang bijaksana dan sangat keliru. Menghina martabat dan profesi sendiri. Putusan pengadilan yang telah menadapatkan kekuatan hukum tetap wajib di eksekusi. Jika salah satu pihak tidak terima hasil putusan silahkan melakukan perlawanan lewat Upaya Hukum Luar Biasa alias PK bukan malah mogok.