Ruang Paripurna DPRD Kota Gunungsitoli |
1. Pemilihan kata dan Kalimat dalam
peraturan sangat penting. Kalimat yang
dipilih adalah penentu segala tindakan subjek yang diatur. Sebab, bahasa
peraturan adalah bahasa hukum yang cenderung tunggal dan tidak multitafsir.
Semakin lentur tafsir kata yang dipilih semakin besar potensi aturan itu tidak
bisa dijalankan. Apalagi kalau kata yang dipilih salah.
2. Kesalahan dalam merujuk dan atau mimilih Dasar Hukum
Ranperda yang dimuat dalam Konsiderans ataupun peraturan tidak merujuk sama sekali
aturan yang lebih tinggi meskipun materi yang diatur sama.
3. Dinamika
pembahasan sering kali mengubah posisi norma dari pasal tertentu ke
pasal lain. Kesalahan rujukan bisa membuat pasal tertentu tidak bisa dijalankan serta mengubah rujukan Pasal tersebut kepasal lainnya.
4. Kesalahan dalam bentuk Peraturan.
5. Subjek yang diatur bukan domain Peraturan Daerah.
6. Pengaturan norma hukum pidana sebagai
salah satu materi yang melengkapi sebuah Rancangan Peraturan Daerah sebagai
antisipasi kemungkian terjadinya penyalahgunaan Lambang Daerah. Pengaturan
Norma Hukum Pidana dalam sebuah Ranperda adalah sah-sah saja, sepanjang
regulasi tersebut Pengaturannya jelas, memiliki dasar hukum, penjabaran unsur
serta klasifikasi perbuatan yang dihukum itu juga jelas. Mengadopsi Sanksi
Pidana dari Hukum Pidana Kodifikasi maupun dari delegasi Undang-undang disebut
sebagai kriminalisasi Hukum Pidana. Dalam Kriminalisasi Hukum Pidana tersebut
ada beberapa hal yang patut untuk diperhatikan misalnya, penggunaan sanksi
pidana sebagai Ultimum Remidium, harus
mengandung unsur subsosialitet serta
mendapat respon dan dukungan dari masyarakat.
7. Ranperda meruapakan Copy Paste dari Peraturan Daerah pada
Daerah Lainnya dan atau Peraturan yang lebih tinggi. Mengadopsi
bahasa Undang-undang yang lebih tinggi tidak salah namun perlu persesuaian
dengan substansi dan runag lingkup Peraturan Daerah, sehingga materinya tidak
umum lagi namun sudah lex spesialis.