"Berbagi Itu Indah"

Blog ini merupakan media untuk berbagi. Sebuah catatan dan karya pribadi yang bebas dari PLAGIAT. Jika anda ingin mengcopy tulisan di blog ini, harap untuk selalu memberikan Link dari tulisan yang anda copy. Terima kasih... semoga bermanfaat

Minggu, 23 Oktober 2011

GEJOLAK TINDAK PIDANA CYBERPORN DI PULAU NIAS



Ketajaman penegakkan hukum di Indonesia masih sebatas harapan kosong belaka, terbukti dengan berbagai kasus yang timbul sekarang ini seperti di simpan dalam lemari yang sudah kumuh dan penuh, keluar hingga terlihat publik. Anehnya lagi, para pembesar dan bomber utama penegakkan hukum ini masih berlagak-lagak anggun depan umum, seperti suami selingkuh tidak ketahuan istri…haha
Perbuatan asusila ini kurang di ajar memang!, tapi inilah yang terlihat dalam proses penyelesaian beberapa kasus khususnya yang menyangkut asusila di negeri ini khususnya pulau nias. Sudah perbuatannya kurangajar ditanggapi dan dip roses secara kurang di ajar pula, menyedihkan bukan?
Misalkan saja kasus perzinahan dan mesum di duga dilakukandi tempat praktek salah satu medik di Foa kecamatan Gido, video mesum siswa salah satu SMA Negeri di gunungsitoli yang diduga dilakukan di warnet, video mesum mahasiswa salah satu perguruan tinggi di gunungsitoli dan lainnya yang telah beredar di tengah-tengah masyarakat, yang merusak nilai-nilai, Moral dan adat istiadat nias yang terkenal sangat beradab, namun sampai sekarang hal ini ditanggapi dingin oleh penegak hukum kita, mungkin ini hanya sebatas film kontroversi yang lulus sensor di mata seorang POLISI yang mempunyai wewenang khusus dan istimewa dalam melakukan penyelidikkan (pasal 4 dan pasal 5 KUHAPidana).
Hal ini di alasankan kepada publik sebagai bentuk delik aduan ( yang tidak dapat di tuntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau istri yang dirugikan) sebagai mana tersirat dalam pasal 284 ayat 2 KUHPidana, berbunyi penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan suami (istri yang mendapat malu dan jika suami (istri) itu berlaku pasal 27 KUHPerdata (sipil) dalam tempo 3 bulan sesudah pengaduan itu, di ikuti dengan permintaan akan bercerai atau bercerai tempat tidur dan meja makan (scheiding van tafel en bad) oleh perbuatan itu juga. Bukankah pasal ini telah di kesampingkan dengan di sahkannya undang-undang no 44 tahun 2008 tentang pornografi yang berdasarkan azas Lex specialist derogate lex generalist tepatnya dalam pasal 8, pasal 9 dan pasal 10 jo, pasal 36,  pasal 35, pasal 34 UU/44/2008 tentang pornografi dengan ancaman hukuman maksimal 12 Tahun penjara dan denda maksimal Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Dan untuk penyebar cyberporn akan di tuntut dengan Pasal-pasal tentang delik kesusilaan seperti Pasal 282 atau 283 KUHP, Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 (UU ITE) hingga yang lebih khusus lagi yakni Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) atau Pasal 32 jo. Pasal 6 UU No. 44 Tahun 2008 (UU Pornografi) bisa saja diterapkan terhadap kasus-kasus cyberporn.
Dalam laporan Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional pada bulan Agustus tahun 1980 di Semarang, disebutkan tentang kriteria kriminalisasi dan dekriminalisasi, yaitu Pertama, apakah perbuatan itu tidak disukai/dibenci oleh masyarakat karena merugikan, atau dapat merugikan, mendatangkan korban atau dapat mendatangkan korban; Kedua, apakah biaya mengkriminalisasi seimbang dengan hasil yang akan dicapai, artinya cost pembuatan undang-undang, pengawasan dan penegakan hukum, serta beban yang dipikul oleh korban dan pelaku kejahatan itu sendiri harus seimbang dengan tertib hukum yang akan dicapai; Ketiga, apakah akan makin menambah beban aparat penegak hukum yang tidak seimbang atau nyata-nyata tidak dapat diemban oleh kemampuan yang dimilikinya; dan Keempat, apakah perbuatan itu menghambat atau menghalangi cita-cita bangsa,   sehingga merupakan bahaya bagi keseluruhan masyarakat. Sungguh terpenuhi delik aduan dimaksud sebagai Tindak Pidana umum yang sifatnya luar biasa dan meresahkan kehidupan bermasyarakat dan nilai-nilai luhur pancasila. Hukum Agama dan Adat apapun jelas dan tegas menentang hal-hal asusila.
Sungguh terlalu para penegak hukum kita ini, khususnya Polisi resort Nias yang terkesan menikmati suburnya tindak pidana cyberporn  di pulau nias yang kita cintai ini. Maju terus otonomi daerah maju pula gurita berbagai tindak pidana. Nah… bagaimana kasus-kasus ini bisa selesai apabila ilmu hukum tindak pidana khusus penegak hukum itu sendiri kurang, ataupun penyelesaiannya secara KUHP saja “Kasih uang Habis Perkara” tanpa melihat undang-undang yang lebih berkompeten (UU tindak pidana khusus) untuk hal itu. Sekaranglah penegak hukum dituntut professional dan tegas dalam menantang berbagai penyakit social kehidupan. Polisi jangan hanya bisa bernyanyi dan bergoyang ala  norman kamaru ataupun berakrobatik seperti polisi subang terlebih apabila sibuk mengurus rekening gendutnya saja. 
Mari kita kristis dan peduli dengan semakin merosotnya moral generasi bangsa ini, miliki dan tumbuhkan Iman, Pengetahuan dan Penguasaan diri yang sungguh. Mari mulai dari diri sendiri untuk menolak dan ikut membantu para penegakkan hukum yang masih berfikir rasio serta berkomitmen demi terciptanya kepastian hukum, keadilan dan kebajikan di tengah-tengah bangsa dan Negara ini.
Demikian tanggapan, opini dan saran yang sangat sederhana dari penulis yang semata-mata bertujuan menuntut kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat nias serta bentuk keprihatinan terhadap fenomena yang terjadi saat ini, sebagai kaum muda dan intelek, penulis mempunyai tanggungjawab moral terhadap lingkungan dan bumi dimana kita berpijat! Opini ini tidak semata-mata untuk menyudutkan pihak tertentu ataupun bersifat melawan hukum.


Penulis : Trimen Harefa
Mahasiswa fakultas hukum universitas Darma Agung Medan