"Berbagi Itu Indah"

Blog ini merupakan media untuk berbagi. Sebuah catatan dan karya pribadi yang bebas dari PLAGIAT. Jika anda ingin mengcopy tulisan di blog ini, harap untuk selalu memberikan Link dari tulisan yang anda copy. Terima kasih... semoga bermanfaat

Selasa, 07 Agustus 2012

KORUPSI DI KORLANTAS, POLRI VS KPK?

TRIMEN HAREFA

Perseteruan antara Polri dan KPK adalah sebuah gambaran ketidak profesionalisme penegakkan hukum di Indonesia, kepentingan institusi dan pribadi kerap kali menjadi sebab. Padahal semua telah di atur di dalam undang-undang yang merupakan acuan dan pijakan kaki dalam pengambilan keputusan ataupun strategi penyelesaian setiap kasusnya. Hal inilah yang terjadi antara Polri dan KPK, Polri dan KPK merupakan institusi penegakkan hukum yang juga merupakan garda terdepan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM di Mabes Polri, Polri masih mempermasalahkan hal-hal yang tidak sepantasnya di untuk di permasalahkan  misalnya dalam penyitaan barang bukti, dimana Polri tidak terima dang menghalagi penyidik KPK membawa barang bukti yang didapatkan dalam penggeledahan di kantor Korlantas, Namun KPK dianggap menyerobot kesepakatan untuk melakukan pertemuan pada Selasa (31/7/2012). KPK menggeledah gedung Korlantas Senin (30/7/2012) pukul 16.00 usai para pimpinan melakukan pertemuan pukul 14.00 itu. Menurut Sutarman, pertemuan para pimpinan di ruang kerja Kapolri tak menyinggung rencana KPK menggeledah gedung Korlantas Polri. Dalam penjelasan Kabag Reskrim Mabes Polri Irjend Pol Sutarman memaparkan : "Itu rumahnya orang, yang punya rumahKapolri. Pak Kapolri tidak diberitahu. Samad waktu ketemu Kapolri tidakmenyampaikan penggeledahan. Jam dua ketemu. Jam empat sudah digeledah. Etikaditabrak. MoU ditabrak," terang Sutarman, Jumat (3/8/2012). Padahal dalam Undang-undang no 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ditegaskan dalam pasal 50 ayat (3) bahwa “Dalam Hal Komisi Pemeberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikkan”. Kemudian pasal ini diperjelas dan dipertegas lagi dalam pasal 50 ayat (4) “Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan /atau kejaksaan dan Komisi Pemeberantasan Korupsi, penyidikkan yang dilakukan oleh kepolisian dan atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.

Polri masih berpegang pada MOU yang dibuat bersama KPK dan tidak ingat lagi dengan undang-undang, ini jelas untuk melindungi institusinya. Saya mengajak anda menggunakan Logika hukum saja, “Bagaimana mungkin satu perkara, penyidikkannya dibagi dua, buktinya dibagi dua” jadi  bukti dan BAP yang di dengarkan kebenarannya di Pengadilan siapa? JPUnya siapa, JPU umum atau JPU KPK? Polri benar-benar salah kaprah dan di buat kebingungan dalam kasus ini. Seragam Coklatnya lagi-lagi tercoreng.

Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa komitmen Polri untuk mendukung dan membersihkan institusinya dari Tindak Pidana Korupsi masih sebatas harapan kosong. Harapan besar masyarakat, bangsa dan Negara untuk dapat menekan angka dan memberantas Tipikor di Negara ini yang semakin merajalela hanya jadi batu sandugan, hanya dongeng semata, hanya sebatas mimpi yang setelah bangun sudah terlupakan. Penetapan status tersangka kepada seorang jendral polisi oleh KPK merupakan wujud nyata komitmen KPK untuk memberantas Tindak Pidana Korupsi dan sebaliknya ini gambaran bahwa Polri masih belum punya keinginan besar dan serius dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi. Jendral merupakan pimpinan tertinggi dan sekaligus teladan anggota-anggota Polri, tapi faktanya semua tidak seperti yang kita bayangkan, yang terjadi malah jendralnya sendiri tersangkut masalah hukum.

Kasus ini juga dapat memberikan pemikiran baru terhadap penegakkan hukum di Indonesia, bahwasanya penanganan Tindak Pidana Korupsi sudah selayaknya dilepaskan dari kewenangan Kepolisian dan diserahkan penuh kepada KPK sebagai lembaga khusus untuk penaganan Tindak Pidana Korupsi.

Sungguhpun saat ini Negara dalam Bahaya besar! Meningkatnya Tindak Pidana Korupsi yang tindak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan barbangsa dan bernegara. Tindak pidana Korupsi yang meluas dan sistematis ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat! Kedaulatan rakyat di lecehkan! Negara di rugikan! Ini benar-benar biadab, bukankah mereka telah dijamin dan disejahterkan oleh Negara, tapi apa balasan itu semua? Siapa yang mau peduli dengan itu?

Saat ini putusan peradilan Tindak Pidana Korupsi masih belum memenuhi rasa keadilan, kepastian serta memberikan manfaat yang berarti baik dalam penegakkan hukum itu sendiri maupun dalam membangun bangsa dan Negara. Dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengadopsi hukuman Mati, tetapi dalam kenyataannya Tuntutan dan vonis penjara seumur hiduppun belum pernah dilakukan. Fakta persidangan dan pertimbangan hukumpun menjadi alasan untuk itu, baik oleh Hakim ataupun Jaksa.

Kita tidak pernah berhenti untuk berjuang, berjuang untuk diri sendiri, untuk keluarga, dan seluruh aspek kehidupan demikian juga dalam penegakkan hukum, “Harapan yang menjadikan kita saat ini, Harapan yang menguatkan kita di hari esok. Demikian Harapan begitu penting dalam Hidup, tidak terkecuali dalam penegakkan hukum”. Semoga Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh KPK dapat bersinergi dan lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar