"Berbagi Itu Indah"

Blog ini merupakan media untuk berbagi. Sebuah catatan dan karya pribadi yang bebas dari PLAGIAT. Jika anda ingin mengcopy tulisan di blog ini, harap untuk selalu memberikan Link dari tulisan yang anda copy. Terima kasih... semoga bermanfaat

Rabu, 17 April 2013

PRO KONTRA PASAL SANTET DALAM RUU KUHP

Trimen Harefa_Koleksi Penulis
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Ruu KUHP) yang saat ini digodok di DPR diharapkan mampu menjadi jawaban atas segala kekurangan dan ketertinggalan KUHP peninggalan kolonial belanda yang sedang di pakai saat ini. KUHP peninggalan belanda sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi masyarakat hukum yang terus berkembang atau yang sering dikenal dengan masyarakat modern. Perkembangan masyarakat juga menuntut perkembangan hukum yang mengikuti dan bergerak sesuai dengan masyarakat, sehingga hukum (dalam hal ini hukum pidana) mampu menjadi Social Control. Sehingga apa yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara dalam mewujudkan masyarakat yang aman, tertib, maju dan berbudaya dapat diwujudkan.
Saat ini para pakar hukum di Indonesia sedang bekerja keras dalam mengkaji perbuatan pidana yang di anggap patut untuk di pidanakan menurut undang-undang yang akan di sahkan nantinya. Tapi apa jadinya jika para pakar tersebut sebagian multi tafsir akan perkembangan sosial kemasyarakatan Indonesia, tentu saja hal ini akan berdampak terhadap kualitas dari hukum yang sedang dirancang itu sendiri. Salah satu hal yang sangat kontroversi dalam Ruu KUHP adalah dimuatnya pasal santet. Pasal tersebut mengundang banyak kritik khususnya bagi orang-orang dan organisasi yang berkecipung dalam dunia hukum, salah satunya dari anggota komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin dan FPDIP Eva Kusuma Sundari “Kalaupun benda santet seperti paku dan kawat ada tapi bagaimana materiallnya, bahwa yang mengirim X atau Y?”. (dikutip dari majalah Detik)
Bagi mereka yang setuju dengan dimasukkannya pasal santet dalam Ruu KUHP antara lain dari pihak Kepolisian yang diwakili oleh Brigjend Bambang Sri Herwanto yang menjabat sebagai Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum (karosunluhkum) mabes polri berpendapat “Bahwa santet merupakan ilmu gaib yang butuh pembuktianyang kongkret, namun jika nantinya di atur, polri siap untuk melaksanakan danberusaha membuktikan soal adanya santet tersebut”.
Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia Muzakir, buru-buru meluruskan kontruksi hukum pasal 293 Ruu KUHP, “Tak ada istilah pasal santet dalam pasal 293 itu. Menurutnya, pasal itu dikenakan bagi mereka yang menawarkan jasa ilmu gaib untuk membunuh orang lain. Soal apakah orang itu meninggal karena santet, itu tak masuk pembuktian hukum. (dikutip dari majalah Detik)
Berangkat dari uraian diatas, penulis dalam hal ini berkapasitas sebagai mahasiswa hukum di salah satu universitas swasta di medan dan sekaligus sebagai pribadi  yang peduli dengan perkembangan sosial masyarakat dan perkembangan hukum itu sendiri, memberikan pandangan akan pro kontranya dimasukkannya pasal santet dalam Ruu KUHP. Santet merupakan kekuatan roh jahat (ilmu gaib) yang dengan sengaja di miliki oleh seseorang untuk membuat orang lain menderita, teraniaya dan bahkan meninggal dunia. Santet merupakan suatu bukti bahwa masyarakat Indonesia masih di pengaruhi oleh hal-hal gaib dan bertentangan dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, jadi santet merupakan bagian dari kegiatan sosial kemasyarakatan yang bertentangan dengan hukum masyarakat itu sendiri yakni Hukum adat dan juga bertentangan dengan hukum agama.
Individu yang memiliki ilmu santet tersebut tidak diterima dengan baik oleh masyarakatnya, ini adalah sanksi sosial yang didapatkan oleh seseorang yang mempunyai ilmu santet. Dan dalam hukum agama yang mengajarkan setiap umatnya untuk berbuat kebajikan akan mendapatkan upah sorgawi dan kehidupan yang kekal di akhir hidupnya nanti, jadi seseorang yang memiliki ilmu santet sudah barang pasti upahnya adalah neraka.
Berdasarkan penjelasan demikian, santet lebih tetapnya diatur sebagai bagian dari hukum Adat dan hukum agama, jadi sanksinyapun diatur oleh hukum adat masing-masing daerah serta hukum agamanya masing-masing.
Jika dalam kontruksi hukum nasional dalam hal ini hukum pidana, ketidakpastiannya antara lain :
1.       pasal santet adalah pasal yang serba tanggung pemidanaannya serta sulitnya membuktikan seseorang memiliki dan mengirimkannya ke orang lain.
2.       Bagaimana merumuskan delik santet apabila pelakunya hanya melakukan percobaan (pooging), seorang lainnya sebagai turut serta dalam melakukan kegiatan santet tersebut.
3.       Bagaimana jika kasusnya adalah delneming atau samenloop. Pembuktian masing-masing peran dari pelaku santet ini sangatlah sulit.
4.       Bagaimana dengan Saksi Ahlinya? Apakah seseorang juga nantinya akan diangkat dan diberikan sertifikat sebagai ahli santet?
5.       Bagaimana dengan Penyidiknya, apakah seorang polisi atau pegawai negeri sipil yang diberikan kewenangan sebagai penyidik harus mempunyai ilmu santet juga? Tidak mungkin penegak hukum main tebak-tebakan saja.
Jadi penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pasal santet sangat tidak tepat untuk dimasukkan dalam Ruu KUHP karena dapat menimbulkan ketidakpastian hukum serta mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Akhir kata, semoga para pakar hukum dan aktivis hukum yang turut serta dalam perumusan Ruu KUHP tersebut diberikan kebijaksanaan dan pemikiran yang kritis, sehingga Ruu KUHP yang baru dapat menjadi jawaban dari masalah-masalah sosial masyarakat terutama dalam lingkungan hukum pidana.

1 komentar:

  1. terasa sulit kyknya bg, klo itu terjadi berarti smua para penegak hukum harus belajar ilmu hitam dunk.. haha

    Artikelnya mantap bg. by Adil Dly

    BalasHapus